Blog ini berisi artikel hasil copy paste dari grub whatsup, telegram, facebook, dan lain-lain untuk mengingatkan diri saya sendiri. Semoga Bermanfaat

Adab Dan Hukum Di Sosial Media (Bagian 06)

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakaatuh.


Bapak-bapak, ibu-ibu, rekan-rekan ikhwan dan akhwat yang saya muliakan.

Kita akan berbicara tentang adab dan hukum yang berkaitan dengan sosial media.

(5) Point yang kelima: BEDAKAN URUSAN PRIBADI DENGAN UMUM.

Poin yang berikutnya, kalau kita mau terjun di ranah sosmed atau di dunia nyata kita harus membedakan antara ranah publik dan ranah privat. Mana yang bisa di-share dan mana yang tidak boleh di-share.

Nabi shālallahu 'alayhi wassalam bersabda dalam hadits Al Imam Tirmidzi nomor 1959:

إِذَا حَدَّثَ الرَّجُلُ الْحَدِيثَ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ

"Apabila ada seseorang yang mengajak bicara dan sebelum berbicara dia nengok kanan kiri dulu, maka itu rahasia, itu amanah."

Hadits ini dilupakan oleh banyak dari kita pada hari ini. 

Kalau anda cerita-cerita berarti anda khianat dan salah satu tanda orang munafik:

 وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ 

Ketika diberikan amanah berkhianat."

Walaupun dia tidak bilang.

Ustadz, kan dia tidak bilang itu rahasia.

Dia melirik-melirik itu tanda. Begitu ada orang datang tiba-tiba dialihkan pembicaraan. Itu sudah merupakan indikator bahwa itu rahasia, pembicaraan 4 mata. 

Kita jangan terlalu polos. Gitu loh.

Kata para ulama:

"Orang yang cerdas itu akan paham hanya dengan membaca indikasi-indikasi yang ada, tidak perlu terang-terangan dikatakan." 

Itu orang yang cerdas. 

Ini menunjukan orang mukmin, sekali lagi, harus bisa membaca indikator, indikasi-indikasi di lapangan. Karena orang tidak setiap saat bicara terang-terangan. 

Nah begitu juga kalau antum ada rapat tertutup dengan seseorang, maka antum tidak boleh share di group, tidak boleh. Hukum asalnya haram.

Kalau ada orang bilang:

"Bisa saya bicara empat mata dengan anda?" 

Berarti itu tidak boleh di-share, tidak boleh disampaikan.

"Tadi siang saya ketemu dengan ustadz Anu, dia ngomong begini-begini."

Haram hukumnya. Walaupun dia tidak mengatakan, "Ini rahasia lho!" 

Tidak boleh, hukumnya haram. Dan itu salah satu tanda orang munafik.

Kalau misalnya ada orang bilang, "Saya hanya mau bicara dengan anda." Itu berarti rahasia. 

"Ustadz, bisa kita bicara sekarang?" 

"Nanti aja ketika orang sudah pada pulang." 

Itu artinya rahasia. Kalau terbuka ngapain tunggu orang pada pulang. Itu indikasi rahasia. Tidak boleh kita buka. Haram hukumnya buka. Kita harus paham.

Nah, kalau di sosmed gimana? 

Kalau ada orang yang japri kita. Dia ada digroup nih, terus tiba-tiba dia japri. Eh, kita foto japriannya, kita masukin ke group. 

Itu rahasia. Kan japri. Jaringan pribadi. Kenapa dimasukin ke group? Tidak perlu dikasih tahu lagi. Anda harus paham. Kalau kita masukan, khianat kita. 

Nah, ini sering terjadi atau tidak? Sering.

Ada seseorang japri-japrian dengan seorang ustadz atau dengan seorang. Kemudian dimasukin ke groupnya. 

"Tadi ustadz A bilang seperti ini."

Ini tidak boleh. Hukumnya haram di dalam Islam.

Atau, ketika kita misalnya bicara secara tertutup, tidak boleh merekam. Oleh sebagian pihak direkam. Tidak boleh merekam tanpa sepengetahuan si pembicara, karena itu ranah privat. Tidak boleh kita merekam tanpa ijin, bukan ranah publik. Dan ini fatal.

Wallahu Ta'ala A'lam bish Shawwab.


(6) Point yang keenam: FILTER / SARING

Kita harus tahu tidak semua yang kita dengar, kita sampaikan atau kita share. Kita filter dulu. 

Tidak semua yang masuk ke handphone kita, kita bisa posting dengan enaknya ke group-group yang lain, atau ke facebook kita, atau ke twitt kita dan lain sebagainya.

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

"Cukuplah seseorang dikatakan pendusta, kalau dia menceritakan setiap yang dia dengar."

(HR Muslim nomor 6 versi Syarh Muslim nomor 5)

Itu berdusta katanya. Cukuplah kita dikatakan pendusta, kalau ada setiap artikel masuk langsung kita share. Setiap yang kita dengar kita share itu pendusta. Tidak boleh.

Kan itu tadi. Ada ranah privat. Kita harus tahu fiqihnya. Tidak bisa tiap dengar share, tiap dengar share, setiap dengar share, setiap dengar sampaikan.

Kata Nabi, "Cukuplah orang itu dikatakan pendusta." 

Dan dusta itu dosa besar atau dosa kecil? Dosa besar. 

Oleh karena itu kita filter dulu.

Terapkan konsep yang tiga. 

Ikhlas tidak niatnya, terus benar tidak, cocok tidak cara penyampaiannya, lalu yang berikutnya efeknya seperti apa. 

Jangan dikit-dikit share, dikit-dikit share, dikit-dikit share.


(7) Point yang ketujuh: TIDAK BOLEH GHIBAH

Point yang berikutnya, hati-hati dengan ghibah disosmed.

Bersihkan group kita dari ghibah, bersihkan facebook kita, twitter kita dari ghibah. Ghibah perboden di sosmed kita. Tidak boleh masuk. Ini harga mati. 

Karena sekali lagi, mengghibah di sosmed lebih fatal dibanding dengan mengghibah di dunia nyata. Karena bisa langsung disebar, bisa langsung di foto. Dan banyak orang yang tahu. Hati-hati dengan ghibah.

"Ustadz, tapi ini fakta lho pak ustadz."

 Ya itu ghibah mas. Ghibah itu kalau fakta:

ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ  . قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ " إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ " 

"Engkau membicarakan saudaramu dibelakang dia, yang kalau dia dengar dia tidak suka."

Ada sahabat mengatakan: 

"Ya Rāsulullah bagaimana kalau benar?"

Kata Nabi:

"Itu yang namanya ghibah dan kalau salah, anda baru saja memfitnahnya."

(HR Muslim nomor 2589)

Dan fitnah lebih parah dari ghibah. 

Jangan membicarakan orang di sosmed kita, jangan. Sekali-kali jangan. Fatal. Ibadah kita bisa hancur. 

Masih ingat hadits muslim tentang muflis?

أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ ؟ . قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ . فَقَالَ " إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ " .

"Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut pada hari kiamat?"

Sahabat menjawab:

"Ya Rāsulullah, orang yang bangkrut (muflis) menurut kami, adalah orang yang tidak punya harta dan tidak punya aset."

Kata Nabi:

"(Bukan mereka), orang yang bangkrut di antara umatku yaitu orang-orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shālat, membawa pahala puasa, membawa pahala infaq, zakat dan sadaqah dan ibadah-ibadah yang lain, tapi dia berdosa mencela orang, mengghibahi orang, menyakiti orang, makan uang orang, maka pahalanya diambil oleh korban-korbannya pada hari kiamat.

Lalu ketika dia tidak punya apapun lagi (pahala shālatnya sudah habis, pahala puasanya sudah habis, pahala dzikirnya sudah habis dan korbannya masih ngantri, masih nuntut dia) maka dosa-dosa korbannya itu ditransfer ke dia dan masuklah ke dalam pintu neraka."

Ghibah di sosmed ini sangat masif dan yang dengar sangat banyak. 

Pastikan tidak ada ghibah. Dan ghibah akan membuat kita terkena firman Allāh Subhanahu wa Ta'ala dalam surat Al Hujurat  ayat 12:

أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ

"Apakah seorang diantara kamu yang suka memakan bangkai saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya."

Gibah itu seperti apa? Bangkai. 

Dan itu real, bukan analogi. Sebagaimana hadits yang shāhih, dihasankan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar, bahwa Nabi shālallahu 'alayhi wassalam mengatakan (hadits Ibnu Abas):

"Bahwa orang yang mengghibah pada hari kiamat akan diberikan bangkai manusia, lalu dia harus habiskan bangkai itu sampai selesai."

Jadi kalau kita semualah yang berbicara dan mendengarkan, kalau kita selama hidup mengghibahi 10 orang maka 10 bangkai di depan kita. Kita tidak boleh beranjak sampai kita habisi 10 bangkai tersebut. 

Itu kalau 10, bagaimana kalau 100 orang kita ghibahi? Gimana kalau 500 orang kita ghibahi? Bagaimana kalau 1000 orang kita ghibahi? Gimana kalau 1 suku kita ghibahi? 

Adakan ngomongin satu suku? 

Dasar jawa nih. Emang begini nih jawa.

Jumlah orang jawa di indonesia itu berapa? Itu nyerang kita pada hari kiamat. 

Ini batak nih, begini batak. Jumlah orang batak tuh berapa. Anda ghibahi semua. 

Ini madura nih. Jumlah orang madura berapa. Kan semua suku.

Kan wajar, ada yang baik ada yang tidak baik. Kalau kita ghibah langsung 1 paket, sukunya semua dihabisin. Itu berapa?

Itu nuntut semua lho. Terus kita bicara di sosmed, begitu. 

500 bangkai, 1000 bangkai Allāh sediakan. 

Antum hobi bakso nih, dikasih 30 mangkok, kira-kira perasaan antum gimana? 

Mangkok pertama OK, mangkok kedua OK lah. Ketiga sudah mikir, tidak ada enak-enaknya. 

Itu bakso, ini bangkai. Semuanya tanpa dimasak. Itu bukan 1 orang, 50 orang, 70 orang. 

Ini real bukan analogi, real. Makanya hati-hati. Jangan sampai kita mengghibah.

Bapak-bapak, ibu-ibu sekalian, semuanya.

Ini tantangan bapak-bapak, masalah politik nih. Kalau sudah politik habis semuanya. 

Kalau dia masih muslim dan dia belum tentu bersalah misalnya, masih tersangka. Dalam konsep islam apa? Asas praduga tak bersalah. 

Tapi sudah dihabisi di sosmed-sosmed kita. 

Hati-hati hadirin. Ini ngeri. Sosmed kita harus steril dari hal-hal seperti ini. 
__________
🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 16 Muharam 1438 H / 17 Oktober 2016 M
👤 Ustadz Nuzul Dzikri, Lc
📔 Materi Tematik | Adab Dan Hukum Di Sosial Media (Bagian 06)
⬇ Download Audio: bit.ly/BiAS-NZ-SosMed-06
Back To Top