Seluruh ulama sepakat bahwa maulid Nabi
tidak pernah diperingati pada masa Nabi shallallahu `alaihi wasallam
hidup dan tidak juga pada masa khulafaur rasyidin.
Lalu kapan dimulainya peringatan maulid Nabi dan siapa yang pertama kali mengadakannya?
Al Maqrizy (seorang ahli sejarah islam)
dalam bukunya “Al khutath” menjelaskan bahwa maulid Nabi mulai
diperingati pada abad IV Hijriyah oleh Dinasti Fathimiyah di Mesir.
Dinasti Fathimiyah mulai menguasai mesir
pada tahun 362 H dengan raja pertamanya Al Muiz lidznillah, di awal
tahun menaklukkan Mesir dia membuat enam perayaan hari lahir sekaligus;
hari lahir ( maulid ) Nabi, hari lahir Ali bin Abi Thalib, hari lahir
Fatimah, hari lahir Hasan, hari lahir Husein dan hari lahir raja yang
berkuasa.
Kemudian pada tahun 487 H pada masa
pemerintahan Al Afdhal peringatan enam hari lahir tersebut dihapuskan
dan tidak diperingati, raja ini meninggal pada tahun 515 H.
Pada tahun 515 H dilantik Raja yang baru
bergelar Al amir liahkamillah, dia menghidupkan kembali peringatan enam
maulid tersebut, begitulah seterusnya peringatan maulid Nabi shallallahu
`alaihi wasallam yang jatuh pada bulan Rabiul awal diperingati dari
tahun ke tahun hingga zaman sekarang dan meluas hampir ke seluruh dunia.
Hakikat Dinasti Fathimiyah
Abu Syamah (ahli hadist dan tarikh wafat
th 665 H) menjelaskan dalam bukunya “Raudhatain” bahwa raja pertama
dinasti ini berasal dari Maroko dia bernama Said, setelah menaklukkan
Mesir dia mengganti namanya menjadi Ubaidillah serta mengaku berasal
dari keturunan Ali dan Fatimah dan pada akhirnya dia memakai gelar Al
Mahdi. Akan tetapi para ahli nasab menjelaskan bahwa sesungguhnya dia
berasal dari keturunan Al Qaddah beragama Majusi, pendapat lain
menjelaskan bahwa dia adalah anak seorang Yahudi yang bekerja sebagai
pandai besi di Syam.
Dinasti ini menganut paham Syi’ah
Bathiniyah; diantara kesesatannya adalah bahwa para pengikutnya meyakini
Al Mahdi sebagai tuhan pencipta dan pemberi rezeki, setelah Al Mahdi
mati anaknya yang menjadi raja selalu mengumandangkan kutukan terhadap
Aisyah istri Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam di pasar-pasar.
Kesesatan dinasti ini tidak dibiarkan
begitu saja, maka banyak ulama yang hidup di masa itu menjelaskan kepada
umat akan diantaranya Al Ghazali menulis buku yang berjudul “Fadhaih
bathiniyyah (borok aqidah Bathiniyyah)” dalam buku tersebut dalam bab ke
delapan beliau menghukumi penganutnya telah kafir , murtad serta
keluar dari agama islam.
Dinasti Fathimiyah sendiri diruntuhkan
oleh Shalahuddin Al Ayyubi,oleh karena itu Syi’ah menyimpan dendam
kepada Shalahuddin dan sampai sekarang berambisi mengembalikan kejayaan
dinasti Fathimiyah di Mesir.
Hukum Perayaan Maulid Nabi
Sebenarnya, dengan mengetahui asal muasal
perayaan maulid yang dibuat oleh sebuah kelompok sesat tidak perlu lagi
dijelaskan tentang hukumnya. Karena saya yakin bahwa seorang muslim
yang taat pasti tidak akan mau ikut merayakan perhelatan sesat ini.
Akan tetapi mengingat bahwa sebagian
orang masih ragu akan kesesatan perayaan ini maka dipandang perlu
menjelaskan beberapa dalil ( argumen ) yang menyatakan haram hukumnya
merayakan hari maulid Nabi shallallahu `alaihi wasallam.
Diantara dalilnya:
1.Allah taala berfirman:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Q.S. Al Maidah: 3 ).
Ayat di atas menjelaskan bahwa agama
islam telah sempurna tidak boleh ditambah dan dikurangi, maka orang yang
mengadakan perayaan maulid Nabi yang dibuat setelah Rasulullah
shallallahu `alaihi wasallam wafat berarti menetang ayat ini dan
menganggap agama belum sempurna masih perlu ditambah. Sungguh peringatan
maulid bertentangan dengan ayat di atas.
2.Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam :
“Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena setiap bid`ah menyesatkan”. (HR. Abu Daud dan Tarmizi).
Peringatan maulid Nabi tidak pernah
dicontohkan Nabi, berarti itu adalah bi’dah, dan setiap bi’dah adalah
sesat, berarti maulid peringatan Nabi adalah perbuatan sesat.
3.Sabda Nabi shallallahu `alaihi wasallam:
“Barang siapa yang meniru tradisi suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut”. (HR. Abu Daud).
Tradisi peringatan hari lahir Nabi
Muhammad meniru tradisi kaum Nasrani merayakan hari kelahiran Al Masih
(disebut dengan hari natal) , maka orang yang melakukan peringatan hari
kelahiran Nabi tidak ubahnya seperti kaum Nasrani -wal ‘iyazubillah-.
4.Orang yang mengadakan perayaan maulid
Nabi yang tidak pernah diajarkan Nabi sesungguhnya dia telah menuduh
Nabi telah berkhianat dan tidak menyampaikan seluruh risalah yang
diembannya.
Imam Malik berkata,” orang yang membuat
suatu bidah dan dia menganggapnya adalah suatu perbuatan baik, pada
hakikatnya dia telah menuduh Nabi berkhianat tidak menyampaikan risalah.
Setelah membaca artikel ini, berdoalah
kepada Allah agar diberi hidayah untuk bisa menerima kebenaran dan
diberi kekuatan untuk dapat mengamalkannya dan jangan terpedaya dengan
banyaknya orang yang melakukannya seperti firman Allah:
Dan jika kamu menuruti kebanyakan
orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu
dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan
belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (Q.S.
Al An’aam: 116 ).
Dikutip dari: Al Ihtifal bil Maulidi An Nabawi Abra At Tarikh karya Nashir Muhammad Al Hanin.
Tag :
Umum